Sabtu, 17 Januari 2015

Sekilas Tentang Kujang Sunda

Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi. Manusia yang sempurna dihadapan Allah dan mempunyai derajat Ma’rifat yang tinggi. Pantas ageman (agama) Kujang menjadi icon Prabu Siliwangi. Sebagai Raja yang tidak terkalahkan.

Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur.

Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.

Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.

Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.

Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.

Kujang sebagai sebuah senjata andalan (gagaman) umumnya mempunyai ciri-ciri khusus sebagai kelebihannya, umumnya berbahan pamor. Pamor adalah motif, corak, atau kontur tertentu pada bilah sebuah senjata tajam yang dihasilkan dari penggunaan berbagai material, pembakaran, dan teknik penempaan logam. Kujang pamor sebagai sebuah gagaman atau pusaka, umumnya tidak digunakan secara langsung dalam sebuah perkelahian. Kujang biasanya dijadikan sebagai teman berperang (batur ludeung) atau senjata pamungkas di samping sebagai simbol dari si pemegangnya.

Kujang sebagai sebuah perkakas di antaranya adalah sebagai pisau dapur, kujang bangkong yang penulis dapatkan dari Wanaraja Garut dan sekarang menjadi koleksi Museum Sri Baduga Jawa Barat; sebagai kelengkapan upacara di antaranya adalah kujang yang tersimpan di Kabuyutan Ciburuy di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut; dan sebagai sebuah simbol di antaranya adalah kujang jago (bentuknya mirip dengan figur ayam jago yang sedang berkokok), penulis dapatkan sebagai hadiah dari seorang kerabat.
Sumber :  http://www.mataangin.us/2013/06/sekilas-tentang-kujang-sunda.html

Gambar Kujang Sunda (diambil dari Google)


0 komentar:

Posting Komentar