Makam Ki Gede Gamel terlewati ketika kami sedang dalam perjalanan
dari Makam Sunan Gunung Jati menuju daerah sentra Batik Trusmi di
Plered, Cirebon, melalui sebuah jalan tembus (lihat peta Google pada
akhir tulisan) yang kondisi jalannya cukup
baik. Nama depan Ki Gede Gamel ini mengingatkan saya pada tokoh-tokoh
dalam cerita silat Jawa karangan mendiang SH Mintardja, baik di kisah
legendaris Nagasasra – Sabuk Inten maupun cerita Api Di Bukit Menoreh.
Di dalam cerita itu ada nama-nama seperti Ki Ageng Gajah Sora, Ki Ageng Pengging Sepuh, atau Ke Ageng Sora Dipayana dalam kisah Nagasasra – Sabuk Inten.
Ada pula nama-nama Ki Gede Pemanahan, dan Ki Gede Menoreh di cerita Api
Di Bukit Menoreh. Ki Gede atau Ki Ageng adalah sebuah gelar atau
panggilan yang sering diberikan kepada orang yang dihormati, dituakan,
atau memiliki suatu kedudukan di dalam sebuah komunitas, dan biasanya
mereka berasal dari keturunan rakyat biasa atau keturunan raja yang
telah menanggalkan kebangsawanannya.
Sebuah pohon beringin dengan batang sangat besar di halaman Makam Ki
Gede Gamel ini menjadi sebuah penanda bahwa Makam Ki Gede Gamel sudah
berusia tua. Sebuah musholla tampak di latar belakang yang terlihat
melalui lengkung gapura yang unik.
Anak-anak beraksi di belakang sepasang tembok gapura Makam Ki Gede Gamel
yang terbuat dari susunan bata merah. Gapura Makam Ki Gede Gamel ini
tidak dibuat menjulang tinggi, namun dihubungkan dengan sebuah lengkung
setengah lingkaran yang dipuncaknya terdapat ornamen seperti sebuah
mahkota.
Balai panjang beratap welit dengan 6 tiang penyangga ini konon adalah
warisan Ki Gede Gamel atau Ki Suradinata, yang merupakan salah satu
pengikut Sunan Gunung Jati. Balai panjang ini dulunya dipakai sebagai
tempat pertemuan para tokoh-tokoh agama. Tiang penyangga tengah di
sebelah kanan terlihat tebal karena dibungkus oleh 17 lilitan kain.
Makam Ki Gede Gamel tampaknya berada di sebelah ujung kompleks pemakaman
ini, terlihat dari gapura putih serta tembok keliling di latar belakang
foto di atas. Entah apa yang ada di belakang sana, karena saya tidak
sempat masuk ke dalam kompleks Makam Ki Gede Gamel ini.
Sebagaimana yang dilakukan masyarakat pada Kramat Buyut Trusmi,
masyarakat Desa Gamel dan Desa Sarabau juga melakukan kegiatan tradisi
tahunan membuka dan mengganti welit balai peninggalan Ki Gede Gamel ini,
yang melibatkan sampai sekitar 1.500 warga. Selain bertujuan menjaga
warisan leluhur, tradisi tahunan ini juga dimaksudkan untuk menjaga
kebersamaan dan silaturahmi diantara warga.
Sumber : http://www.thearoengbinangproject.com/makam-ki-gede-gamel-cirebon/
Selasa, 27 Januari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar