‘Campuran’ dapat dikaitkan dengan keadaan Cirebon yang dihuni oleh berbagai suku dan budaya. Purwaka Caruban Nagari juga menyebutkan bahwa penduduk setempat menyebut Cirebon sebagai ‘Negeri Gede’. Sampai kini orang-orang di Cirebon masih ada yang menyebut Cirebon dengan ‘Garage’. Ucapan ini berasal dari negeri gede.
Kata Cirebon sendiri dapat ditelusuri lewat bahasanya yaitu Ci dan Rebon. Ci dalam bahasa Sunda berarti air, sedangkan rebon dalam bahasa Jawa berarti udang kecil bahan pembuat terasi.
Hikayat mengatakan, konon beberapa orang Rajagaluh datang ke rumah pangeran Cakrabuana (penguasa Cirebon). Mereka diberi jamuan makan dengan lauk terasi, maka setelah kembali para tamu itu bercerita kepada keluarga dan saudara serta orang didaerahnya tentang kenikmatan makan dengan rebon. Maka rebon menjadi terkenal di Rajagaluh.
Rajagaluh pula yang kemudian memerintahkan pemerintahannya untuk membeli produksi rebon. Maka, atas dasar ini daerah penghasil terasi rebon dinamakan Cirebon. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1445 dan menjadi tahun berdirinya kota Cirebon sekarang.
Dari kisah diatas dapat diketahui bahwa nama ‘Cirebon’ diberikan oleh orang-orang Sunda, dalam hal ini ialah Rajagaluh. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata Ci yang dalam bahasa Sunda berarti air atau sungai yang umum dipakai sebagai awalan nama-nama tempat di Pasundan. Akan tetapi kata Rebon adalah dari bahasa Jawa. Tampak lagi adanya campuran dari penggunaan kata ‘sarumban’ antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa.
Nama Cirebon sejak awal abad ke-16 mulai dikenal di dunia internasional. Tome Pires, musafir Portugis yang datang ke Nusantara pada awal abad ke-16 mencatat bahwa Cerbon pada saat ia singgahi merupakan kota pelabuhan yang ramai (Cortesao 1944:179). Nama Curban juga telah ada pada peta dunia yang ditulis oleh Diego Ribeiro pada tahun 1529 (Tiele 1883:2).
Data Toponimi Cirebon
Berdasarkan toponimi (http://en.wikipedia.org/wiki/Toponymy), ilmu asal-usul tempat berdasarkan kebahasaan, di Cirebon nampak adanya suatu penamaan tempat-tempat geografis dengan peninggalan sejarah masa lalu. Hal ini karena sepanjang waktu di daerah kota selalu terjadi perkembangan dan perubahan, baik perubahan sosial maupun perubahan fisik.
Dari nama-nama tempat yang ada kita dapat mengetahui adanya beberapa kelompok pemukiman di Cirebon, yaitu kelompok-kelompok berdasarkan profesi seperti; Panjunan (tempat pembuat enjun), Pesuketan (tempat penjual rumput), Pagongan (tempat penjual gong), parujakan (tempat penjual rujak uuntuk tujuh bulanaan hamil wanita),Pengampon (tempat pembuat kapur dari kulit kerang), Pandesan (tempat membuat padesan untuk mengambil air wudhu), dan lain-lain.
Selain itu ada tempat yang dinamakan berdasarkan suku atau ras seperti; Pecinan (tempat orang-orang Cina, Kejawanan (dulu tempat berhentinya pasukan Mataram yang akan menyerang Cirebon).
Masih banyak lagi nama-nama tempat di Cirebon tidak termasuk dalam kelompok yang tidak disebutkan diatas. Hal ini karena tempat-tempat tersebut tidak mengacu pada suatu kelompok masyarakat khusus, tetapi mengacu pada hal lain seperti peristiwa, fungsi, flora, fauna dan lain-lain.
Contoh uraian ini menunjukkan pola penamaan suatu tempat yang diambil dari berbagai hal, yaitu;
A. Nama Flora
Mandu,dulunya banyak pohon mundu.
Gambira, kebonpring, dulunya banyak pohon bambu.
B. Nama peristwa
Pronggol, banyak pohon yang ditebangi oleh pasukan Mataram untuk markas.
Pagajahan, banyak terdapat gajah-gajah pemberian luar negeri ke Cirebon.
Peklutukan, terdapat mata air yang mendidih keluar dari tanah.
C. Fungsi tempat
Pabean, pelabuhan.
Pelandratan, tempat pengadilan di Cirebon.
Jagabayan, tempat penjaga keamanan.
Pekawatan, tempat persediaan kawat telpon.
D. Nama Jabatan
Kasepuhan, tempat Sultan Sepuh.
Kanoman, tempat Sultan Anom.
Dari data toponimi yang ada, Cirebon merupakan suatu kota yang sudah lama berkembang. Nama-nama diatas menunjukkan suatu masyarakat kota yang kompleks, dengan berbagai macam profesi, suku, status dan aktifitasnya.
Jumlah penduduk kota Cirebon merupakan tergolong cukup banyak. Berbeda dengan Banten Lama yang perkembangan kotanya beralih ke daerah sekarang yang sekitar 14 km dari Banten Lama. Di Cirebon perkembangan kota terjadi di lokasi semula dan meluas ke daerah sekitarnya. Hal ini pula yang menyebabkan suatu tempat tidak identik lagi dengan namanya. Kini data toponimi Cirebon umumnya berupa nama desa, nama jalan, juga nama pasar.
Daerah Cirebon merupakan puasat penyebaran agama Islam di Jawa. Selain Sunan Gunung Jati, banyak pula ulama dan pengajar-pengajar penyebar agama Islam. Data toponimi yang memperkuat bukti ini, dengan diketahui adanya tempat dengan nama Pekalipan yang berasal dari kata Khalifah.
Pengaruh bahasa menentukan sebagai indikator dalam data toponimi, dengan banyaknya daerah Cirebon yang memakai bahasa pada awalan pe- atau ke- pada kata dasar. Awalan tersebut adalah pengaruh dari bahasa Jawa. Jika pengaruh bahasa Sunda adalah pada pengunaan awalan pa- atau ka-. Masyarakat kota Cirebon umumnya memang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sedangkan bahasa lebih banyak dipakai oleh masyarakat yang tinggal di sebelah selatan kota.
Pengaruh bahasa pula yang menentukan ciri khas Cirebon. Sebuah kota dengan budaya multikultur. Dimana perbedaan, di kota ini, adalah perwujudan nyata dari rahmat illahi.
Sumber : Arief Kurniawan-buntet pesantren.com
0 komentar:
Posting Komentar